Selama ini kita berpikir bahwa orang yang baik adalah orang yang selalu berusaha menyenangkan orang lain. Enggan melukai perasaan orang sekalipun tak disengaja, misalkan dalam bentuk kritikan atau penolakan. Menjadi orang baik, tidak sama dengan mengiyakan semua omongan orang untuk membuat hatinya senang. Menjadi orang yang baik adalah memberitahukan apa yang baik sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Kalau sesuatu itu benar maka harus dibenarkan tapi jika sesuatu itu salah maka harus disalahkan.
Apa dampak ketika kita ingin menjadi orang yang baik bagi semua orang:
- Menampilkan diri kita apa adanya berarti mempercayai orang lain untuk mencintai kita. Menyembunyikan diri dibalik tawa, sama artinya tak pernah memberi kesempatan mereka untuk mencintai apa-adanya
Demi menjaga perasaan orang lain, kamu terpaksa menyembunyikan perasaanmu. Kamu menyimpan isi pikiranmu sendiri, dan mengabaikan bahwa kamu punya hak untuk mengemukakan pendapat. Lama kelamaan, kamu terlalu sibuk berpura-pura menjadi orang lain dan menyembunyikan dirimu sendiri agar disukai semua orang. Di sisi ini, secara tidak sadar, kamu tidak mempercayai siapapun untuk melihat dirimu yang apa adanya. Kamu menaruh curiga kepada semua orang, sehingga kamu tidak mengizinkan mereka untuk mencintai dirimu sebagaimana dirimu yang sebenarnya.
- Berusaha keras menyenangkan orang lain bisa membuatmu terbiasa melupakan emosi diri sendiri. Padahal emosi diri berguna untuk menciptakan simpati dan empati
Untuk bisa berempati dengan penderitaan orang lain, atau sekadar dapat memahami perasaan orang lain, kita harus memiliki emosi yang peka. Dengan hati yang sensitif, kita mudah tersentuh akan kesusahan yang dialami orang lain dan tergerak untuk melakukan sesuatu. Namun kamu yang terlalu sibuk menyenangkan orang lain, dengan cara mengabaikan perasaanmu sendiri, lama kelamaan bisa terbiasa mengesampingkan hati. Karena terlalu sering diingkari, emosi dalam diri jadi tidak berguna lagi. Padahal tanpa itu, bagaimana kamu bisa tergerak untuk membantu orang lain yang sedang membutuhkan?
- Bersikap baik kepada orang lain tak sama dengan mengiyakan semua kata-katanya. Hal itu bisa jadi justru menjerumuskannya
Barangkali ini yang terpenting, namun selalu mengiyakan orang lain hanya karena enggan mengatakan tidak dan membuat hatinya tak senang, bisa berakibat negatif karena kamu yang punya kesempatan untuk memperingatkannya justru diam dan iya-iya saja. Dalam dunia kerja, bersikap terlalu baik kepada rekan kerja dengan memback-up semua pekerjaannya berarti kamu mencegahnya untuk mengembangkan diri sendiri. Sementara kepada sahabatmu sendiri, mengatakan apa yang sejujurnya bisa membantunya untuk memperbaiki diri dan mengembangkan semua potensi. Karena terkadang manusia tidak sadar dengan kesalahannya, kita wajib saling mengingatkan, bukan?
- Terlalu sibuk menyenangkan orang lain, kamu lupa untuk bersikap baik pada diri sendiri. Padahal sebelum bersikap baik pada orang lain, kita harus tahu bagaimana bersikap baik pada diri sendiri dulu
Kamu yang terlalu sibuk menyenangkan orang lain, apakah sudah berbuat baik pada dirimu sendiri hari ini? Ataukah kamu sudah terbiasa untuk mengesampingkan dan mengorbankan dirimu sendiri hanya agar orang lain merasa senang? Sekali waktu tidak apa-apa, namun bila dilakukan terus-terusan, itu artinya kamu tidak menghargai dirimu sendiri. Padahal untuk bisa menghargai orang lain, terlebih dahulu kita harus menghargai diri sendiri. Untuk bisa berbuat baik kepada orang lain, kita harus berbuat baik kepada diri sendiri dulu. Untuk bisa mencintai orang lain apa adanya, kita harus mencintai diri sendiri dulu.
Sekuat apapun kamu berusaha, kamu tidak bisa menyenangkan semua orang. Terlalu sibuk berusaha membuat orang lain senang, justru akan membuatmu lupa pada diri sendiri. Membuat orang lain senang memang menyenangkan. Namun apa artinya bila itu berarti kamu lupa untuk menghargai dirimu sendiri?